GORAJUARA - Tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang telah menelan korban. Setidaknya telah memakan korban 127 orang dilaporkan tewas.
Kerusuhan berawal dari aksi supertor tuan rumah, Aremania yang tidak menerima kekalahan idolanya dengan skor 2-3 dari Persebaya.
Para supertor tuan rumah merangsek masuk ke lapangan. Sehingga terjadilah kerusuhan.
Untuk membubarkan massa yang anarkis pasca kekalahan Arema FC dari Persebaya, aparat keamanan menembakkan gas air mata ke arah suporter.
Suporter yang ada di tribun menjadi panik diduga karena tembakan gas air mata. Akibatnya mereka menjadi berdesakan dan berjatuhan.
Selain itu, banyak suporter pingsan dan sulit bernafas, karena terkena pengaruh dari tembakan gas air mata itu.
Penanggulangan kerusuhan suporter dengan cara menembakkan gas air mata sebenarnya dilarang oleh FIFA.
Dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada pasal 19 poin B, tercantum sebuah aturan bahwa sama sekali tidak diperkenankan menggunakan senjata api atau gas pengendali massa (gas air mata) di dalam stadion.
Untuk melindungi para pemain dan pejabat serta menjaga ketertiban umum, pengerahan petugas keamanan atau polisi di sekeliling lapangan permainan diperbolehkan.
Saat melakukannya, ada pedoman yang harus dipertimbangkan yaitu sebagai berikut.
a. Petugas keamanan atau petugas polisi yang ditempatkan di sekitar lapangan permainan kemungkinan besar akan terekam di televisi, maka dari itu perilaku dan penampilan mereka harus memiliki standar tertinggi setiap saat.
b) Dilarang membawa atau menggunakan senjata api atau “gas pengendali massa”.***