BANDUNG, GORAJUARA.com - Masyarakat tampaknya sudah mulai terbiasa dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang terus diperpanjang. Salah satunya dengan aturan take away yang sempat diterapkan, menggiring masyarakat memilih membeli makanan secara online.
Pembiasaan tersebut tanpa disadari membuat pengelola kafe, restoran, serta rumah makan, harus menyiapkan kemasan. Hingga akhirnya membuat permintaan kemasan kepada para produsen pun mengalami peningkatan, serupa dengan meningkatnya sampah kemasan dan rumah tangga.
Fakta tersebut terungkap pada Webinar terkait penggunaan kemasan selama pandemi yang bertajuk 'Program Berkelanjutan, Yok Yok Ayok Daur Ulang" yang diusung oleh PT Trinseo Materials
Indonesia yang juga didukung oleh Kemasan Group, Yok Yok Ayok Daur Ulang! (YYADU), kemarin.
"Pembatasan aktivitas di luar rumah merubah kebiasaan masyarakat dari yang terbiasa dinein di restoran, menjadi takeaway atau pesan antar. Hal ini menyebabkan permintaan kemasan
makanan khususnya PS mengalami kenaikan yang cukup baik," ungkap Sutjipto, General Manager Indah Cup.
Lebih jauh ia mengatakan, selama PPKM, tercatat adanya kenaikan permintaan kemasan, baik primer maupun sekunder packaging yang diperkirakan sebesar 3-5% dibanding dengan PPKM sebelumnya.
"Kemasan makanan PS (Plastik Dan Stenles) dianggap efisien dan ekonomis dalam memenuhi bertambahnya permintaan yang cukup tinggi karena harga yang terjangkau serta keamanannya dalam menjaga makanan ketika diantar dari restoran ke pelanggan," ujarnya.
dr. Lia Natalia Sp. THT-KL yang juga hadir sebagai salah satu pembicara pada webinar tersebut juga memaparakan, selain efisien dan ekonomis, kemasan makanan PS dinilai efektif melindungi makanan yang diantar terhadap kontaminasi.
"Hal ini dilihat menjadi hal yang penting karena kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan kehigienisan barang-barang yang digunakan sehari-hari
sudah semakin tinggi, mulai dari penggunaan masker hingga alat-alat makan dan kemasan makanan," tuturnya.
Ia juga menilai, banyak orang menjadi lebih berhati-hati dalam memilih jenis kemasan makanan. "Dan yang menjadi pertimbangan orang dalam memilih kemasan makanan antara lain; kemasan
yang higienis, kemasan yang dapat digunakan kembali, dan kemasan yang dapat didaur ulang,” jelas dr. Lia Natalia.
Pada kesempatan tersebut, dr. Lia Natalia Sp. THT-KL juga menyampaikan bagaimana kemasan makanan sekali pakai sangat efektif dalam mencegah kontaminasi silang (cross contamination), yaitu proses berpindahnya virus secara tidak sengaja dari suatu benda atau seseorang ke benda lainnya.
“Wadah makanan plastik menjadi yang direkomendasikan, terutama pada masa sekarang ini. Selain kemampuannya untuk melindungi makanan terhadap kontaminasi dan melestarikan
makanan lebih lama untuk meminimalkan penggunaan bahan pengawet, kemasan makanan
plastik merupakan bahan yang dapat didaur ulang,” tambahnya.
Namun, seiring peningkatan permintaan kemasan dimasa pandemi ini, jumlah sampah PS serta kemasan lainnya pun meningkat. Untuk itu, Uli Erni Iriani Nadeak selaku Managing Director dari Digital Waste Solution (DWS) pun ikut membahas terkait pengelolaan sampah berkelanjutan. DWS sendiri merupakan sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi, keberlanjutan, dan berbasis digital 4.0 yang mengacu pada Perpres 97 tahun 2017.
“Sistem aplikasi DWS ini diciptakan untuk melakukan konsistensi komitmen Expanded Product Responsibility sebagai panduan bagi produsen untuk bergerak bersama mengurangi sampah kemasan hingga menciptakan ekonomi sirkular serta aktif mendukung inisiatif besar pemerintah Indonesia,” jelas Uli memperkenalkan DWS.
Menurut Uli, kegiatan pengelolaan dan daur ulang sampah di Indonesia masih memiliki banyak ruang untuk dapat ditingkatkan. Hal ini tentu dapat dimulai dari kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kelola dan daur ulang sampah itu sendiri, sehingga sampah, terutama sampah plastik agar tidak berserakan di lingkungan sekitar.