GORAJUARA - Dalam acara inaugurasi Forum Lingkar Pena Jakarta (FLP) yang berlangsung pada Minggu 18 Desember 2022, Achi TM menceritakan jatuh bangun dirinya menjadi penulis.
Penulis novel ini memiliki mimpi agar salah satu novelnya dapat difilmkan. Hingga novel ke 20, begitu pengakuan Achi, tidak ada satu pun novelnya yang dijadikan rujukan untuk naskah skenario film. Putus asa, kesal karena hal ini.
Sudah dua kali ingin melepaskan predikatnya sebagai penulis. Namun dia tersadar bahwa untuk menjadi penulis berkelas, harus punya niat yang benar. Allah tidak suka bila niat seseorang ditumpangi keinginan untuk terkenal, apalagi sombong.
Baca Juga: Greget Adegan Ranjang Arya Saloka dan Amanda Manopo, Isu Cerai dengan Putri Anne Belum Klarifikasi
Sampai akhirnya, dia memiliki niat yang memotivasi dirinya untuk selalu menulis, tidak jadi meninggalkan profesinya sebagai penulis. Achi TM menyadari bahwa hidup manusia itu singkat dan harus ada sesuatu berharga yang ditinggalkan untuk masyarakat.
Bagi penulis, yang bermanfaat untuk masyarakat luas adalah tulisan, buku dan semisalnya. Kebahagian penulis, menurut Achi TM adalah tulisannya dibaca orang. Terlebih bisa menginspirasi orang lain.
Dia pun bercerita tentang novelnya yang berjudul ‘Insya Allah, Sah!’ telah menginspirasi seseorang. Seseorang mengucapkan terima kasih pada Achi TM, karena novelnya yang berjudul ‘Insya Allah, Sah!’ telah menginspirasi orang itu untuk menjadi penulis.
Akhirnya, Achi TM selalu memotivasi dirinya agar membuat tulisan yang bermanfaat untuk orang banyak, sebagai bekal di kehidupan kelak.
Baca Juga: Sempat Tantang Rizky Billar Adu Tinju, Begini Pengakuan Jefri Nichol yang Sesungguhnya
Pasang surut seorang penulis memang terkait erat dengan motivasi, niat, mengapa harus menulis.
Orang sekelas novelis Asma Nadia saja yang karyanya sudah banyak difilmkan atau disinetronkan, pernah alami kelesuan dalam menulis.
Asma pernah alami hal itu. Kakaknya; Helvy Tiana Rossa yang juga penulis cuma mengatakan, “Keterlaluan banget kalo gak semangat menulis. Egois, kalo mikir ga punya bakat. Harusnya punya rasa tanggung jawab untuk menulis. Sedikit sekali penulis Indonesia yang perempuan. Dari sedikit itu, bisa dilihat berapa yang menulis dengan misi? Makin sedikit kan?”
Hal senada juga dikatakan oleh Mohammad Fauzil Adhim dalam bukunya Dunia Kata, “Yang lebih penting itu, mengapa kita menulis dan bukannya tekhnik menulis,”