GORAJUARA - Indonesia punya lahan pertanian seluas 8 juta hektare. Luas tanamnya hampir 13 juta hektare.
Ada lahan yang bisa sekali tanam padi saja, ada yang bisa dua dan tiga kali panen. Ada lahan tadah hujan ada lahan irigasi teknis dan lahan lainnya.
Kalau bertani hanya menggunakan kompos saja, per hektar butuh 8-ton kompos. Untuk memenuhi 13 juta hektare luas tanam, dari mana komposnya?
Itu sesuatu hal yang mustahil. Itulah mengapa para ilmuwan dan pemimpin politik seluruh dunia memutuskan perlu pabrik urea, perlu pabrik NPK.
Baca Juga: Tahukan Kamu Bahwa Salafi Bisa Gagal Paham Hadis
Baca Juga: Aqiqah Wujud Syukur Atas Kelahiran Anak, Bagaimana Jika Orang Tua Tidak Mampu?
Ilmu pengetahuan terus berkembang. Para aktivis lingkungan terus mengkonsolidasikan gerakan.
Mereka mulai khawatir dengan penggunaan pupuk sintetik yang mereka sebut sudah berlebihan.
Muncul hasil riset yang memungkinkan ada perbaikan lingkungan tanpa kurang produksi pangan.
Selama sekian puluh tahun para peneliti itu bekerja di lab dan bekerja bersama para petani di lahan.
Baca Juga: Orangtua Terlalu Kritis Berpotensi Membesarkan Anak-Anak Perfeksionis.
Baca Juga: Tel-U Serahkan Bantuan Peralatan Mesin kepada Masyarakat
Hasilnya mengejutkan. Biofertilizer kini diterima petani. Di kementan sekarang ada jenis kelamin pupuk hayati, selain pupuk kimia dan pupuk organik. Legal. 30 tahun lalu belum boleh.
Prinsipnya begini. Daripada menunggu bakteri datang ke kompos yg ditebar ke lahan, mengapa tidak kita tugaskan saja sejumlah bakteri yang siap bekerja memberi makan kepada tanaman?