Saat itu, Komandan Pasukan Jepang menginstruksikan bahwa Kantor Pusat PTT harus diserahkan kepada Sekutu, bukan kepada bangsa Indonesia.
Kondisi ini memicu pertentangan dari para pemuda PTT, di mana mereka bertekad mengambil alih kantor pusat selambat-lambatnya pada akhir September 1945.
Pada tanggal 23 September 1945, Soetoko, Ismojo dan Slamet Soemari berkumpul untuk menyusun strategi demi merebut kekuasaan PTT.
Dari pertemuan tersebut, keputusan penting diambil, yakni meminta Mas Soeharto dan R. Dijar berunding dengan pihak Jepang.
Adapun perundingan dilakukan agar penyerahan dilakukan secara damai.
Jika perundingan gagal, mereka tidak ragu menempuh jalan kekerasan dengan bantuan dari rakyat yang siap berjuang bersama.
Keesokan hari, Soetoko mengutus Mas Soeharto dan R. Dijar untuk menemui Tuan Osada, pimpinan PTT Jepang.
Dalam hal ini, mereka mengirim tuntutan tegas untuk menyerahkan pimpinan Jawatan PTT secara terhormat kepada bangsa Indonesia pada hari itu juga.
Sayang, perundingan menemui jalan buntu, di mana pihak Jepang hanya mengizinkan pengibaran bendera Merah Putih di halaman belakang gedung.
Baca Juga: Pertama Kali Ikut Demonstrasi di Jalan, Jerome Polin Akui Sempat Alami Ketakutan akan Hal Ini
Meskipun kecewa, para pemuda AMPTT melaksanakan instruksi pihak Jepang, di mana mereka mengibarkan Sang Saka Merah Putih dengan khidmat di tiang khusus tepat di atas lokasi tugu.
Meskipun menemui kegagalan dalam negosiasi, para pemuda AMPTT tidak kehilangan semangat begitu saja.
Sebaliknya, mereka justru semakin bertekad untuk merebut Jawatan PTT dengan cara apa pun.