GORAJUARA - Semangat keberpihakan pada kecerdasan masyarakat harus jadi isu dalam RUU Sisdiknas. Kita simak pemikiran kritis Ketum DPP AKSI Asep Tapip Yani pada Draft RUU Sisdiknas.
Pada pasal 7 diundangkan bahwa wajib belajar pendidikan dasar, dimulai pada usia 6 tahun sampai usia 15 tahun. Kemudian wajib pendidikan menengah pada usia 16 sampai dengan 18 tahun.
Penerapan wajib belajar pada pendidikan dasar dilakukan secara nasional, sedangkan wajib belajar pada pendidikan menengah dilakukan secara bertahap.
Baca Juga: DPP AKSI Menyikapi Perubahan Undang Undang Sisdiknas
Wajib belajar pendidikan memengah diterapkan pada daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Pada pasal 8, pembiayaan pendidikan dialokasikan dari dana APBN 20% dan APBD 20% untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan nasional, di luar biaya pendidikan kedinasan.
Pada pasal 11, warga negara yang kurang mampu secara ekonomi, berhak mendapat bantuan biaya pendidikan, demikian juga bagi siswa berprestasi.
Baca Juga: Tunjangan Profesi Guru Dihapus Dari RUU Sisdiknas, Nadiem Makarim: Siapa yang Bilang?
Pada pasal 24, pendidikan usia dini (PAUD) dilakukan pada pendidikan formal melalui layanan taman kanak-anak. Keberadaan PAUD menjadi lebih terorganisir.
Pada pasal 31, keberadaan pesantren disamakan dengan penyelenggaraan pendidikan formal, dengan tetap mengacu pada perundangan yang berlaku.
Pada pasal 33, pendidikan kedinasan militer dan polisi dapat dilaksanakan pada jenjang diploma dan sarjana.
Baca Juga: Benarkah Tunjangan Profesi Guru Dihilangkan dalam RUU Sisdiknas?
Pada pasal 42, penerimaan mahasiswa baru pada perguruan tinggi, harus memeprhatikan potensi akademik dan non akademik. Selain itu wajib memberi kuota 20% pada mahasiswa ekonomi kurang mampu.
Mahasiswa kurang mampu yang diterima, dapat menerima bantuan dari pemerintah pusat dan daerah, atau masyarakat.