GORAJUARA - Jika ingin membaca filosofi pendidikan Belanda bisa jalan-jalan ke SLBN Cicendo Kota Bandung. Kondisi bangunan sekolah yang berdiri tahun 1933 mengundang romantisme.
Tahun 1933 kita masih dalam situasi di bawah kolonial Belanda. Pendidikan inklusif untuk kaum pribumi sudah dirintis.
Khas bangunan yang diarsiteki oleh pemerintah Belanda adalah punya tata letak, desain, profil detail dan unik. Kultur Belanda sangat dikenal punya kecermatan dalam arsitektur.
Baca Juga: Wow...Dua Siswa SMAN 20 Kota Bandung Raih Prestasi Internasional
Kekuatan bangunan pun sangat matang diperhitungkan. Bangunan sekolah SLBN Cicendo, jika kita hitung sejak dibangun dari tahun 1933, sekarang sudah berusia 89 tahun.
Jika kita identifikasi struktur bangunan kita bisa lihat rangka atap baja yang masih kokoh. Ternyata sejak tahun 1933, Belanda sudah menerapkan rangka baja.
Rangka baja tidak menggunakan baja ringan seperti sekarang. Tulang rangka baja dengan ukuran tebal terlihat simple dan kokoh.
Baca Juga: Masyarakat Utamakan Biaya Pendidikan, Rupanya Ini Rahasia Sukses Pendidikan Jawa Timur
Rangka atap kayu yang digunakan, terlihat kokoh memfosil. Gigi rayap sepertinya tidak mempan untuk memakan kayu rangka.
Kusen-kusen pintu dan jendela pun sudah menggunakan baja. Rangka kusen tipis, engselnya masih berfungsi dan kokoh.
Desain tata ruangpun nampak terencana dengan apik. Pohon-pohon tertata, ruang terbuka, lapang, terlihat nyaman sebagai lingkungan sekolah.
Baca Juga: Tambah Prestasi Lagi, Tiga Siswa SMAN 20 Kota Bandung, Jadi Finalis Internasional Olimpiade Biologi
Dalam pelajaran sejarah kita sering menggmbarkan sebagai penjajah yang bengis dan tidak punya kepedulian. Namun jika melihat kualitas bangunan SLBN Cicendo, pikiran jadi bertanya?
Kita terlalu ekstrim melihat sisi buruk pemerintah kolonial Belanda, kita tidak objektif melihat sisi baik dari sisi positif pemerintah kolonial Belanda.