GORAJUARA - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dapat memudahkan kehidupan manusia ternyata tidak sejalan dengan perkembangan kasus kemanusiaan.
Salah satu kasus kemanusiaan yang sedang marak terjadi adalah kasus pelecehan seksual.
Akhir-akhir ini, kasus pelecehan seksual hanya dipandang sebelah mata dan dianggap masalah biasa.
Padahal, kasus ini merupakan kasus yang sangat serius karena korban bisa saja mengalami trauma mental dan ketakutan dalam berinteraksi dengan orang-orang luar.
Baca Juga: Hal-Hal Paling Wajib Diperhatikan dalam Menulis Skripsi dan KTI Agar Punya Bobot Tinggi
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Klitih
Khususnya pada dunia pendidikan terutama perguruan tinggi di Indonesia, belakangan ini kasusnya sangatlah tidak asing lagi terdengar di televisi dan media sosial seperti twitter, instagram, dan lain-lain.
Perlu kita ketahui bahwa kasus pelecehan sedang banyak terjadi pada beberapa mahasiswi. Pelecehan ini dilakukan oleh seorang civitas akademika di tempat ia belajar, yaitu dosennya sendiri.
Salah satu contoh kasusnya adalah seorang mahasiswi di salah satu universitas yang terletak di Riau dilecehkan oleh Dekan FISIP saat sedang bimbingan proposal skripsi.
Baca Juga: Hari Ini Belajar Tentang Menyadari Marah
Baca Juga: Jadwal Acara TV Rabu 5 Januari 2022, RCTI, SCTV dan GTV: Ada Ikatan Cinta, Split dan Dewi Rindu
Setelah kejadian tersebut, korban mengalami trauma mental yang berat. Korban juga memberanikan diri untuk mengangkat kasus ke publik dengan bukti berupa video yang berdurasi 13 menit 26 detik.
Namun, korban malah mengalami victim blaming oleh si pelaku dengan alasan pencemaran nama baik.
Kasus victim blaming kerap sekali dikenakan kepada korban pelecehan seksual yang banyak terjadi pada perempuan.