Jenis gangguan ini lebih bahaya daripada gangguan neurotik.
Baca Juga: Ini yang Dilakukan KONI Jabar Demi Jaga Kesehatan dan Keamanan Kontingen PON dari Penularan Covid-19
Namun, fakta yang terjadi di lapangan sangat berbanding terbalik dengan teori tersebut.
Masyarakat hanya akan memandang seseorang dengan gangguan mental sebagai akibat dari rasa tidak bersyukur.
Banyak di antara mereka yang mendapat ceramah panjang untuk senantiasa beribadah kepada Tuhan, dalam menyelesaikan berbagai permasalahan mental.
Pada kenyataannya, keseimbangan spiritual saja tidaklah cukup bagi mereka yang mengidap penyakit mental psikotik.
Baca Juga: Kunjungi Festival PON Kopi UMKM Papua, Ini yang Dilakukan Ridwan Kamil
Mereka membutuhkan senyawa kimia yang harus diperoleh, agar mereka dapat merasa aman.
Ditambah lagi, pada beberapa kasus, seseorang akan dengan mudah mendiagnosis diri sendiri bahwa ia mengalami gangguan mental.
Mungkin juga mereka akan mengikuti berbagai macam skrining online, di mana hasilnya menyatakan, bahwa ia mengidap penyakit mental.
Padahal, bisa saja ia hanya kelelahan.
Baca Juga: Seluruh Atlet Jawa Barat Siap Tempur di PON XX Papua, Sekda Jabar Terus Semangati
Dengan adanya hasil skrining yang kebenarannya belum tentu mutlak, akan menambah serentetan alasan bagi mereka untuk mempercepat datangnya gangguan mental itu sendiri.
Maka dari itu, kita perlu lebih waspada terhadap diri kita sendiri.
Jika merasa kelelahan yang tak berkesudahan, perubahan mood yang drastis, ataupun perubahan rutinitas, maka kita harus segera memeriksakan diri ke psikolog.